ITA DAN FANI
Oleh
Ceria Kristi Br Tarigan
“Dasar Ita si peri tidur,”
kata teman yang lain. Ita hanya menunduk. Setiap hari Ita selalu dimarahi.
Terdengar suara langkah. Guru mengantar murid baru. Namanya, Fani. Ia memiliki kulit
dan rambut warna putih pucat. Bola matanya biru. Selalu bergerak kanan dan kiri.
“Anak-anak hari ini kita
mempunyai teman baru. Bapak berharap semua senang mendapat teman baru. Ayo, Nak.
Perkenalkan nama kamu?”
“Selamat pagi,
teman-teman. Nama aku Fani. Aku pindahan dari Medan,”
“Selamat pagi, Fani,”
serempak seluruh murid.
“Baik. Ibu akan menempatkan
Fani duduk dengan Ita. Ayo, Fani silakan duduk!”
“Apa Bu?Ita kaget. Ita sangat
asyik duduk sendiri. Pasalnya, Ita suka tidur.
Jam istirahat tiba.
Semua murid berhamburan keluar kelas. Tapi Fani hanya di dalam kelas. “Dia kenapa ya, kulitnya, kok, beda sama kita?”terdengar
suara teman lain.
“Apa dia masih di
kelas,” pikir Ita penasaran. Ia langsung bergegas menemui Fani.
“Ayo kita keluar, yuk. Menghirup udara
segar,”ajak Ita menarik tangan Fani.
“Wah, udaranya segar,
banyak pepohonan di sekolah kita,”sahut Fani sambil berjalan. Terdengar suara berbisik
dari salah satu murid kelas 4. “Si peri tidur,” suara berbisik terdengar
“Apa yang mereka maksud,
si peri tidur. Siapa si peri tidur itu,” tanya Fani penasaran.
“Itu aku. Aku dijuluki si
peri tidur. Aku selalu mengantuk ketika Bu Sumi menjelaskan. Setiap malam aku membantu
ibu membuat lontong. Ibuku berjualan lontong setiap pagi makanya aku sering mengantuk,”
Ita bercerita.
Fani manggut-manggut.
Mengalihkan cerita “Kamu siang nanti ke mana?nanti
ke rumahku, yuk,” ajak Fani
“Besok aja ya sekalian aku
pamit gerutu Ita. Nah, sepulang sekolah Ita tak sabar ingin bercerita kepada ibunya.
“Bu…bu Ita dapat teman baru
di sekolah.” kata Ita girang.
Bu Ita menggeleng.
Terus siapa namanya, Nak?” tanya ibu Ita. Namanya, Fani bu. Dia pindahan dari
Medan. Dia baik sekali bu. Buktinya, dia mau berteman samaku walau aku dijuluki
si peri tidur,” tutur Ita.
Ibu senyum sendiri melihat
tingkah Ita.
“Sssst…Dengar Ibu, kalau
kita tidak boleh memilih-milih teman. Semua adalah teman,” pesan bu Ita
“Besok, Ita main ke rumah
Fani ya Bu. Sebentar saja, Ita janji nggak lama. Boleh, ya bu? Ita memohon
“Baiklah. Ingat, jangan
lama,” kata Bu Ita sambil mempersiapkan bahan-bahan lontong besok.
Keesokan harinya, Fani diantar
oleh ayahnya ke sekolah. Bimo adalah siswa yang nakal. Ia suka mencari masalah.“Fani, itu ayah kamu,ya. Berarti kamu bukan anak kandung,”ejek Bimo kuat.
“Fani, anak tiri…Fani,
anak tiri…”sahut teman lain
Fani lari. Ia cemberut.
Sejak pelajaran berlangsung. Ia tak mengatakan sepatah kata.
Teng teng teng teng teng…..suara
lonceng terdengar
“Fani, aku jadi main ke
rumahmu ya,” kata Ita gembira. Fani membuang rasa kesalnya. “Maaf ya, Fan. Aku tidak
menyahut. Aku sebal sama Bimo. Dia menggeledekku.”
“Oh ternyata si Bimo yang
membuat onar. Udah jangan dipikiri. Emangnya, apa yang dikatakan Bimo?”tanya Ita
penasaran.
“Aku tidak mirip dengan
Ayahku,” jawab Fani.
“Baiklah jangan dihiraukan.
Eh, itu ada kupu-kupu .cantik menuju rumahmu.,Ita menghibur
“Kami pulang, ma. Ayo masuk Ita ke rumah. Nanti kita ke
ruang khususya,” kata Fani sesampai di rumah.
“Eh. Anak mama sudah pulang.
Ini siapa, Nak? Pasti si Ita bukan?”tante Isbet menerka. “Panggil saja tante.
Fani sering cerita, nama kamu. Kami baru pindah. Ayah Fani ditugaskan di Solo
ini”
“Oh, ya tante,” Ita tersenyum melangkah malu
masuk ke rumah menuju perpustakaan pribadi
“Wah, banyak sekali buku
kamu, Fan. Buku ini milik siapa?”tanya Ita penasaran
“Buku ini sebagian milik
almarhum nenek saya. Beliau adalah pustakawati. Dan beberapa milik ayah dan ibu”
“Wah, keren sekali.
Boleh dong kita ajak teman kita,” tanya Ita
“Apa mereka mau. Mereka
saja tidak ingin berteman denganku sebab aku tidak mirip dengan ayahku?”
****
Bu membagi kelompok.
Bimo, Ita dan Fani adalah kelompok satu.
“Ayo kita kerjakan di
rumah Fani. Sebab di rumah Fani banyak buku. Tugas
Bu Sumi kali ini sulit,” Ita merancang strategi.
“Ah tidak. Aku tidak mau.
Aku bisa mencari di perpustakaan,” ujar Bimo
“Ya sudah, kalau begitu”
Tak sabar Bimo
mengerjakan tugasnya. Ia bergegas ke perpustakaan namun usahanya gagal.
“Ah, masa aku harus ke rumah
Fani?”Bimo bimbang.
Lima belas menit
kemudian. Tok…tok….tok….tok..
Fani membuka pintu. “katanya,
kamu tidak datang.”
“Loh..ini kenapa. Kok, tamunya nggak disuruh
masuk?” kata ayah Fani.
“Ini yah, semalam Bimo
menggejekku katanya aku bukan anak Ayah.”
“Oh begitu ceritanya.
Mungkin sudah waktunya Ayah bercerita. “Fani adalah keturunan gen almarhum nenek.
Fani tidak memiliki pigmen kulit melanin. Sering disebut Albino. Jadi kulit Fani
putih. Fani adalah anak kandung Ayah dan Ibu,” kata Ayah sambil menunjukkan
foto almarhum nenek Fani
“Maafkan, aku ya Fani.” ucap Bimo menyesal.
Akhirnya, Bimo jadi paham.
HARIAN
SOLO POS 16 JULI 2017