Monday 13 August 2018

Apakah Setia Anak Selalu Sama?Sebab Memahami anak-anak sama seperti mengupas kulit telur.

Sumber Sahabat Keluarga


Apakah Setiap Semua Anak Selalu Sama?

          Tak terasa hari terus berlalu. Agustus telah tiba, anak-anak juga telah aktif dalam proses pembelajaran, bukan? Ya. Belajar adalah suatu proses yang akan dilalui setiap anak. Apalagi jika baru menduduki bangku sekolah sebut saja murid-murid baru di kelas satu. Sungguh, murid kelas satu adalah masa peralihan dari taman kanak-kanak menjadi murid baru di sekolah. Hal yang pertama sekali adalah melihat bagaimana lingkungan barunya, di tambah juga dengan pengenalan lingkungan sekolah. Lama kelamaan anak mulai terbiasa.
            Hal yang mulai terbiasa tidak semuanya baik-baik saja. Kadang kala ada ditemukan murid yang bermacam-macam sifatnya. Ada proses pengenalan antara murid dengan guru serta yang paling penting adalah orang tua dengan pihak  sekolah dan gurunya. Wajar saja, sebab setiap anak tidak sama baik dari segala aspek yang menyangkut ketidaknyamaannya dalam belajar.
            Mengutip tulisan dari Yanuar Jatnika, dengan judul, “Pentingnya membangun komunikasi efektif orangtua-sekolah, pada tanggal 07 Agustus 2018 https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4918 agar walikelas atau guru dapat menyampaikan hal positif anak untuk menyampaikan ide misalnya bagaimana membantu dan mendukung anak mereka dan dengan belajar lebih banyak tentang program akademik sekolah dan bagaimana cara kerjanya, maka orangtua akan terpacu untuk terlibat dalam pendidikan anak-anaknya. Jadi tercipta kerjasama yang baik.
            Memahami mereka berarti menjadi tugas sebagai guru sebab mereka berasal dari berbagai latar belakang berbeda pula seperti latarbelakang keluarga, ekonomi atau hal lainnya. Untuk itu guru harus mengenal benar anak-anaknya.

Sumber net

Mengenal masalah-masalah yang timbul di Proses Belajar


            Masalah  adalah penyakit. Penyakit yang harus diobati. Apalagi masalah yang terdapat pada anak didik. Masalah belajar juga tak ada ujungnya dalam proses pembelajaran. Abdurrahman, (2009:83-93) membagi aspek psikologis dari kesulitan belajar diantaranya:

  1. Aspek Psikologis Perkembangan dari kesulitan belajar.
Aspek psikologisnya tentunya menyangkut hal yang juga sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran yaitu faktor kematangan misalnya saja dari faktor usia. Yang kadang kala umur anaknya belum tepat enam tahun. Ini yang menjadi masalah nantinya yaitu kelambatan kematangan sebab anak dipaksa namun usianya belum mencukupi akan tetapi lain halnya jika memiliki kecerdasan yang lebih.
  1. Aspek Psikologis Behavioral dari kesulitan belajar.
Psikologis behavioral lebih mengenal sikap ataupun analisis seorang guru yang sangat dibutuhkan. Sering melakukan evaluasi terhadap murid. Mengapa anak itu tidak bisa?Lalu, apa penyebabnya?Di sini guru sangat berperan penting sekali serta adanya komunikasi antara guru dengan orangtua.
  1. Aspek Psikologis Kognitif dari kesulitan belajar
Psikologis kognitif yaitu pengetahuan. Ketika guru mengajar jika anak mempunyai kecerdasaan yang lebih tentu memudahkan guru mengajar. Lalu, bagaimana jika kemampuannya terbatas?Apa tindakan guru?Marilah kita tanamkan guru adalah profesi kita. Apapun caranya tentunya harus kita buat biasa agar ia mampu. Misalnya, guru di kelas satu wajib melatih ekstra apabila murid belum lancar membaca. Berbagai metode haruslah dilakukan.
Ketiga hal tersebut juga menjadi pembelajaran dalam mengenal masalah-masalah pribadi setiap guru sebab jelas dikatakan bahwa setiap anak beda ciri khasnya. Tidak sama. Apa yang harus kita obati adalah berbenah diri serta menjiwai atau mencintai profesi. Dengan demikian jiwa itu sudah tertanam maka pergerakan secara langsung tugas itu dilaksanakan.

Sumber dari net
Setiap hari saya belajar dan menjiwai murid-muridku

            “Hidup itu seperti rel kereta api,” hidup yang terus berjalan mengikuti rel. Apapun itu harus dilalui. Sama seperti halnya, mengenal murid-murid. Setiap hari saya belajar menjiwai murid-muridku terlebih untuk belajar di dalam kelas. Saya adalah seorang guru kelas satu. Jujur saja, saya mengajar masih baru dan baru tahun inilah saya mengajar kelas satu.
            Sekilas, mengajar di kelas satu itu mudah tapi nyatanya butuh ekstra lebih mengenal, menjiwai mereka. Bayangkan saja, anak-anak identik dengan mengadu. Akankah saya tahan menghadapi 27 sifat mereka?Jawabannya, harus. Sebab bagi saya bekerja adalah melayani pekerjaan Tuhan yang ditugaskan kepada saya. Lalu, bagaimana anak-anak saya dalam belajar?
            Dua minggu lalu, saya terkejut. Hal ini bukan dalam proses pembelajaran saya. Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga membuat saya binggung. Bel berbunyi, tanda murid-murid masuk ke kelas. Saat itu guru PJOK masuk ke kelas. Bapakl itu langsung menulis. Murid mengira bahwasanya anak-anak menuliskannya. Sebagian anak meniru tulisan yang di papan tulis. Sebagian mereka belum bisa sebab tulisan tersebut tegak bersambung. 
Sumber net
Namanya, Muhammad Rafa. Ia menangis, berteriak. Memanggil ibu. Aku mau sama ibu. Langsung saya dipanggil. Saya langsung bergegas untuk menenangkannya. Saya tanya apa sebabnya, teman sebangkunya mengatakan dia tidak bisa menulisnya, lalu mengatakan sama ibu saja. Saya menyuruh, Pak PJOK untuk keluar sebentar. Menenangkan situasi dalam kelas bahwa semua guru di sini baik baik saja. Lalu, kami bernyanyi /Di sini senang/ Di sana senang/ dimana mana hatiku senang/ la la la la la/. Suara dalam kelas menjadi tenang. Lanjut sebentar kembali belajar. Tak lama pula, ibunya datang. Saya menyuruh untuk ibunya masuk ke dalam kelas.
        Tak lama kemudian, murid-murid pulang. Saya dekati perlahan-lahan. Menanyakan apa yang terjadi pada Rafa. Tidak banyak ibunya cerita, tapi sebelum kejadian tersebut. Ibunya itu sebenarnya neneknya. Ia  sempat mengatakan ibunya bekerja, dahulu bapaknya mau mengambil tapi saya tidak memperbolehkan, begitulah pembicaraan yang saya masih ingat ketika berjumpa pertama sekali.
          Kamis, 09 Agustus 2018 kembali guru PJOK masuk ke dalam kelas. Tak juga saya ketinggalan, saya ikut ke dalam kelas. Awalnya, anak tersebut menangis juga dengan suara kecil. Saya mendekatinya perlahan-lahan. Membujuknya, dan tetap disampingnya. Saya yakin anak akan terbiasa. Lambat laun, saya senang. Rafa akhirnya diam. Ia mulai tegak. Mendengar. Dan belum langsung menulis. Perlahan-lahan saya bergeser ke arah pintu lalu sebentar ke luar. Ia mau menulis. Langsung saya menemui orangtua yang ia panggil Ibunya mengatakan Rafa sudah ada kemajuan.
Dan saya juga mengatakan tetap memberikan pengarahan selalu agar Rafa tidak takut lagi. Dengan demikian, semakin sering orangtua dan walikelas berbagi informasi yang relevan tentang siswa, semakin berpotensi keduanya untuk membantu siswa mencapai prestasi akademis.  .

#sahabatkeluarga
Senin, 13 Agustus 2018 
            

ASYIK DI RUMAH, NGAPAIN AJA YA?

4 KEGIATAN ASYIK DI RUMAH DAN BERBAGI CERITA S udah dua bulan aktivitas dilakukan di rumah. Belajar, bekerja dan beribadah. ...