![]() |
Sumber Sahabat Keluarga |
Apakah Setiap Semua Anak Selalu Sama?
Tak
terasa hari terus berlalu. Agustus telah tiba, anak-anak juga telah aktif dalam
proses pembelajaran, bukan? Ya. Belajar adalah suatu proses yang akan dilalui
setiap anak. Apalagi jika baru menduduki bangku sekolah sebut saja murid-murid
baru di kelas satu. Sungguh, murid kelas satu adalah masa peralihan dari taman
kanak-kanak menjadi murid baru di sekolah. Hal yang pertama sekali adalah
melihat bagaimana lingkungan barunya, di tambah juga dengan pengenalan lingkungan
sekolah. Lama kelamaan anak mulai terbiasa.
Hal yang mulai terbiasa tidak
semuanya baik-baik saja. Kadang kala ada ditemukan murid yang bermacam-macam sifatnya.
Ada proses pengenalan antara murid dengan guru serta yang paling penting adalah
orang tua dengan pihak sekolah dan
gurunya. Wajar saja, sebab setiap anak tidak sama baik dari segala aspek yang
menyangkut ketidaknyamaannya dalam belajar.
Mengutip tulisan dari Yanuar
Jatnika, dengan judul, “Pentingnya membangun komunikasi efektif orangtua-sekolah,
pada tanggal 07 Agustus 2018 https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4918
agar walikelas atau guru dapat menyampaikan hal positif anak untuk menyampaikan
ide misalnya bagaimana membantu dan mendukung anak mereka dan
dengan belajar lebih banyak tentang program akademik sekolah
dan bagaimana cara kerjanya, maka orangtua akan terpacu untuk terlibat dalam
pendidikan anak-anaknya. Jadi tercipta kerjasama yang baik.
Memahami
mereka berarti menjadi tugas sebagai guru sebab mereka berasal dari berbagai
latar belakang berbeda pula seperti latarbelakang keluarga, ekonomi atau hal
lainnya. Untuk itu guru harus mengenal benar anak-anaknya.
![]() |
Sumber net |
Mengenal masalah-masalah
yang timbul di Proses Belajar
Masalah adalah penyakit. Penyakit yang harus diobati. Apalagi masalah yang
terdapat pada anak didik. Masalah belajar juga tak ada ujungnya dalam proses
pembelajaran. Abdurrahman, (2009:83-93) membagi aspek psikologis dari kesulitan
belajar diantaranya:
- Aspek Psikologis Perkembangan dari kesulitan belajar.
Aspek psikologisnya tentunya
menyangkut hal yang juga sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran yaitu
faktor kematangan misalnya saja dari faktor usia. Yang kadang kala umur anaknya
belum tepat enam tahun. Ini yang menjadi masalah nantinya yaitu kelambatan
kematangan sebab anak dipaksa namun usianya belum mencukupi akan tetapi lain
halnya jika memiliki kecerdasan yang lebih.
- Aspek Psikologis Behavioral dari kesulitan belajar.
Psikologis behavioral lebih
mengenal sikap ataupun analisis seorang guru yang sangat dibutuhkan. Sering
melakukan evaluasi terhadap murid. Mengapa anak itu tidak bisa?Lalu, apa
penyebabnya?Di sini guru sangat berperan penting sekali serta adanya komunikasi
antara guru dengan orangtua.
- Aspek Psikologis Kognitif dari kesulitan belajar
Psikologis kognitif yaitu
pengetahuan. Ketika guru mengajar jika anak mempunyai kecerdasaan yang lebih
tentu memudahkan guru mengajar. Lalu, bagaimana jika kemampuannya terbatas?Apa
tindakan guru?Marilah kita tanamkan guru adalah profesi kita. Apapun caranya
tentunya harus kita buat biasa agar ia mampu. Misalnya, guru di kelas satu
wajib melatih ekstra apabila murid belum lancar membaca. Berbagai metode
haruslah dilakukan.
Ketiga hal tersebut juga menjadi pembelajaran dalam mengenal
masalah-masalah pribadi setiap guru sebab jelas dikatakan bahwa setiap anak
beda ciri khasnya. Tidak sama. Apa yang harus kita obati adalah berbenah diri
serta menjiwai atau mencintai profesi. Dengan demikian jiwa itu sudah tertanam
maka pergerakan secara langsung tugas itu dilaksanakan.
![]() |
Sumber dari net |
Setiap hari saya
belajar dan menjiwai murid-muridku
“Hidup itu seperti rel kereta api,” hidup yang terus berjalan
mengikuti rel. Apapun itu harus dilalui. Sama seperti halnya, mengenal
murid-murid. Setiap hari saya belajar menjiwai murid-muridku terlebih untuk
belajar di dalam kelas. Saya adalah seorang guru kelas satu. Jujur saja, saya
mengajar masih baru dan baru tahun inilah saya mengajar kelas satu.
Sekilas, mengajar di kelas satu itu mudah tapi nyatanya
butuh ekstra lebih mengenal, menjiwai mereka. Bayangkan saja, anak-anak identik
dengan mengadu. Akankah saya tahan menghadapi 27 sifat mereka?Jawabannya,
harus. Sebab bagi saya bekerja adalah melayani pekerjaan Tuhan yang ditugaskan
kepada saya. Lalu, bagaimana anak-anak saya dalam belajar?
Dua
minggu lalu, saya terkejut. Hal ini bukan dalam proses pembelajaran saya.
Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga membuat saya binggung. Bel
berbunyi, tanda murid-murid masuk ke kelas. Saat itu guru PJOK masuk ke kelas.
Bapakl itu langsung menulis. Murid mengira bahwasanya anak-anak menuliskannya.
Sebagian anak meniru tulisan yang di papan tulis. Sebagian mereka belum bisa sebab
tulisan tersebut tegak bersambung.
![]() |
Sumber net |
Namanya, Muhammad Rafa. Ia menangis,
berteriak. Memanggil ibu. Aku mau sama ibu. Langsung saya dipanggil. Saya
langsung bergegas untuk menenangkannya. Saya tanya apa sebabnya, teman
sebangkunya mengatakan dia tidak bisa menulisnya, lalu mengatakan sama ibu
saja. Saya menyuruh, Pak PJOK untuk keluar sebentar. Menenangkan situasi dalam
kelas bahwa semua guru di sini baik baik saja. Lalu, kami bernyanyi /Di sini
senang/ Di sana senang/ dimana mana hatiku senang/ la la la la la/. Suara dalam
kelas menjadi tenang. Lanjut sebentar kembali belajar. Tak lama pula, ibunya
datang. Saya menyuruh untuk ibunya masuk ke dalam kelas.
Tak lama kemudian, murid-murid
pulang. Saya dekati perlahan-lahan. Menanyakan apa yang terjadi pada Rafa.
Tidak banyak ibunya cerita, tapi sebelum kejadian tersebut. Ibunya itu
sebenarnya neneknya. Ia sempat
mengatakan ibunya bekerja, dahulu bapaknya mau mengambil tapi saya tidak
memperbolehkan, begitulah pembicaraan yang saya masih ingat ketika berjumpa
pertama sekali.
Kamis, 09 Agustus 2018 kembali guru
PJOK masuk ke dalam kelas. Tak juga saya ketinggalan, saya ikut ke dalam kelas.
Awalnya, anak tersebut menangis juga dengan suara kecil. Saya mendekatinya
perlahan-lahan. Membujuknya, dan tetap disampingnya. Saya yakin anak akan
terbiasa. Lambat laun, saya senang. Rafa akhirnya diam. Ia mulai tegak.
Mendengar. Dan belum langsung menulis. Perlahan-lahan saya bergeser ke arah pintu
lalu sebentar ke luar. Ia mau menulis. Langsung saya menemui orangtua yang ia
panggil Ibunya mengatakan Rafa sudah ada kemajuan.
Dan
saya juga mengatakan tetap memberikan pengarahan selalu agar Rafa tidak takut
lagi. Dengan demikian, semakin sering orangtua dan walikelas berbagi informasi
yang relevan tentang siswa, semakin berpotensi keduanya untuk membantu siswa
mencapai prestasi akademis. .
#sahabatkeluarga
Senin, 13 Agustus 2018